SALAM DALAM KEHIDUPAN MUSLIM
Kata salam dalam Bahasa Arab
mempunyai arti keselamatan, kesejahteraan atau kedamaian. Beberapa hal
yang berkenaan dengan salam adalah:
Dalil
1.
Al Qur’an
Allah SWT berfirman:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam
kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”
(An Nuur [24]: 27).
Allah SWT berfirman:”… Maka apabila kamu memasuki (suatu
rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada dirimu
sendiri. Salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”
(An Nuur [24]: 61).
2.
Hadits
Rasulullah Saw bersabda:”Demi Dia yang diriku berada di
tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian
tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya
tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa
kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW bersabda:”Wahai manusia! Sebarkanlah salam,
berilah makanan, sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia lain
tengah tertidur; niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera” (At
Tirmidzi).
3.
Sunnah Para Nabi dan Rasul
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW
bersabda:”Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah
memerintahkan:”Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka
yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi
ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!” Maka pergilah Nabi Adam dan
mengucapkan:”Asalaamu ‘alaikum!” Para Malaikat menjawab:”Assalaamu ‘alaika
warahmatullaah!” Mereka menambah warahmatullaah” (HR. Bukhary dan Muslim).
Al Qur’an menceritakan kisah Ibrahim AS:”(Ingatlah) ketika
mereka msuk ke tempatnya lalu mengucapkan:”Salaaman”, Ibrahim
menjawab:”Salaamun” …” (Adz Dzaariyaat [51]: 25).
4.
Perilaku Para Shahabat
Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab pernah datang ke rumah Abdullah
Bin Umar; lalu keduanya pergi ke pasar. Ketika keduanya sampai di pasar,
tidaklah Abdullah Bin Umar menemui tukang rombeng, penjual toko, orang miskin
dan siapa saja melainkan mesti memberi salam kepada mereka.
Suatu hari, Thufail Bin Ubay Bin
Ka’ab datang lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke pasar. Maka
Thufail bertanya:”Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri bukanlah seorang pedagang dan tidak ada
kepentingan menanyakan harga barang atau menawar barang. Lebih baik bila kita
duduk bercengkerama di sini”. Abdullah Bin Umar menjawab:”Hai Abu Bathn! Sebenarnya
kita pergi ke pasar hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam kepada
siapa saja yang kita temui di sana!” (Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’ dengan
sanad shahih).
Hukum
1.
Mengucapkan Salam
Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang dikuatkan
(sunnah mu’akadah). Rasulullah SAW bersabda:”Jika seseorang di antara
kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika
antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian
mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
2.
Menjawab Salam
Sedangkan
hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah SWT:”Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau
balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”
(An Nisaa’ [4]: 86).
3.
Ucapan Salam
Ucapan salam yang lengkap adalah “Assalaamu ‘alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh” yang artinya “semoga seluruh keselamatan,
rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepada kalian”. Ucapan salam ini sesuai
dengan petunjuk Rasulullah SAW ketika beliau tengah bersama isterinya, ‘Aisyah
RA, beliau bersabda:”Ini Jibril mengucapkan salam kepada kamu”. Maka ‘Aisyah RA
menjawab:”Wa ‘alaihissalaam warahmatullaahi wabarakaatuh” (HR. Bukhary dan
Muslim).
Idealnya seorang Muslim mengucapkan salam dengan lengkap,
tetapi tetap diperkenankan seseorang untuk mengucapkan salam:
a.
Assalaamu ‘alaikum
b.
Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah,
atau
c.
Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh (lengkap)
Semakin lengkap ucapan salam seorang, maka semakin banyak
pula keutamaan yang diraihnya. Imran Bin Hushain RA menceritakan tentang
seseorang yang mendatangi Rasulullah SAW dan mengucapkan salam:”Assalaamu
‘alaikum!” Rasulullah SAW menjawab salam tersebut, dan kemudian memberikan
komentar:”Sepuluh!” Kemudian datang orang lain yang mengucapkan
salam:”Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah!” Rasulullah SAW menjawab dan kemudian
memberikan komentar:”Duapuluh!” Dan datanglah orang ketiga dan mengucapkan
salam:”Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh!” Maka Rasulullah SAW
menjawab:”Tigapuluh!” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Demikianlah, semakin lengkap ucapan salam seseorang, akan
semakin banyak pula keutamaan yang dia peroleh.
4.
Ucapan Balasan Salam
Sedangkan jawaban salam, minimal setara dengan ucapan salam; dan
kalau bisa, malah dilebihkan. Allah Ta’ala berfirman:” Apabila kamu dihormati
dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan
yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (An Nisaa’ [4]:
86).
Sehingga jawaban salam yang disyari’atkan adalah:
a.
Bila ucapan salam “Assalaamu
‘alaikum” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam”, jawaban lebih
adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah
“Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.
b.
Bila ucapan salam “Assalaamu
‘alaikum warahmatullaah” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam
warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah “Wa’alaikumussalaam
warahmatullaahi wabarakaatuh”.
c.
Bila ucapan salam “Assalaamu
‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” maka jawaban minimal adalah
“Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”
Adab
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam menyebarkan
salam, yaitu:
1.
Urutan Salam
Sabda Rasulullah SAW:
a.
Orang yang berkendaraan memberi
salam kepada yang berjalan
b.
Orang yang berjalan memberi salam
kepada orang yang duduk
c.
Rombongan yang sedikit memberi
salam kepada rombongan yang lebih banyak
d.
Yang kecil (muda) memberi salam
kepada yang besar (tua)
(HR. Bukhary).
Itulah urutan salam yang menjadi adab bagi seorang Muslim
untuk menyebarkan salam. Sikap dasar seorang Muslim adalah mencoba memaklumi
orang lain dan tidak meminta untuk dimaklumi. Urutan salam inipun tidak harus
menjadikan kita minta untuk dimaklumi.
Misal orang tua sama sekali tidak mau memberi salam kepada yang lebih muda, dan
menuntut supaya anak-anak muda itu yang harus terlebih dahulu mengucapkan salam
kepadanya. Sikap tuntutan seperti ini tentu saja berlebih-lebihan. Mestinya
seorang Muslim tidak terjebak dengan sikap kekanak-kanakan seperti ini.
2.
Mendahului Salam
Terlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah SAW
mengajarkan untuk mendahului dalam memberi salam. Diharapkan kita tidak pasif
dalam mengucapkan salam, yaitu sekedar menanti datangnya ucapan salam dari
orang lain. Diharapkan pula kita tidak menjadi orang yang suka menuntut orang
lain untuk mengucapkan salam duluan. Rasulullah SAW mengajarkan, justru yang
memulai salam itulah orang yang lebih mulia.
Sabdanya:”Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang
mendahului salam (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:”Ya
Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara keduanya yang harus
terlebih dahulu memberi salam?” Rasulullah SAW menjawab:”Yang lebih dekat
kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu memberi salam)” (HR. tirmidzi).
3.
Menjawab Setara atau Lebih
Apabila ada seseorang yang memberi salam kepada kita, maka
idealnya kita memberikan jawaban yang sama (setara). Misalkan seseorang
mengucapkan salam kepada kita:”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Minimal kita
harus menjawab:”Wa’alaikumussalaam warahmatullaah!”
Lebih utama lagi, apabila kita memberikan jawaban yang lebih
daripada ucapan salam tersebut. Misalkan seseorang mengucapkan salam kepada
kita:”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Maka akan lebih baik apabila kita
menjawab:”Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabaraakatuh!”
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:”Apabila kamu
dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau
balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”
(An Nisaa’ [4]: 86).
Jawaban salam masih kurang setara apabila kita memberi
jawaban:”Wa’alaikum salaam …!” Harusnya, jawaban itu adalah:”Wa ‘alaikumus
salaam …!” Perbedaan antara keduanya adalah: salaam dan as salaam.
Kata salaam berarti keselamatan, sedangkan kata as salaam
memiliki makna seluruh keselamatan. Tentu saja tidak setara antara keselamatan
dan seluruh keselamatan. Jawaban ”Wa’alaikum salaam …”
mempunyai makna keselamatan atas kalian; sedangkan jawaban “wa
‘alaikumus salaam …” mempunyai makna seluruh keselamatan
atas kalian. Tentu saja jawaban ”Wa’alaikum salaam (keselamatan atas
kalian)…” tidak setara apabila pemberi salam megucapkan:”Assalaamu
‘alaikum (Seluruh keselamatan atas kalian) …!”
4.
Menjabat Tangan
Selain
mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika
bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat. Seseorang
bertanya kepada Rasulullah SAW:”Ya Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu
dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah
SAW:”Tidak!” Tanyanya:”Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?” Jawab
Rasulullah SAW:”Tidak!” Tanyanya sekali lagi:”Apakah meraih tangannya kemudian
menjabatnya?” Jawab Rasulullah SAW:”Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah),
jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua Muslim yang
melakukannya. Rasulullah SAW bersabda:”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu
kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai
mereka melepaskan jabatan tangannya” (HR. Abu Daud).
Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak
berjabat-tangan dengan wanita yang bukan muhrimnya; demikian pula sebaliknya.
Meskipun dalam masalah ini, DR. Yusuf Al Qardhawi tidak mengharamkannya secara
mutlaq.
5.
Berwajah Manis
Yang dimaksud berwajah manis adalah penampilan yang
menyenangkan serta senyum yang mengembang. Gaya seperti inilah yang diinginkan
Rasulullah SAW ketika seorang Muslim bertemu dengan saudaranya. Sabda
Rasulullah SAW:”Jangan kalian meremehkan sedikitpun tentang kebaikan, meskipun
hanya wajah yang manis saat bertemu dengan saudaramu” (Al Bukhary).
6.
Tidak Memalingkan Wajah
Memalingkan wajah, apapun alasannya, sulit untuk ditafsirkan
lain kecuali sikap meremehkan atau memusuhi. Apabila seorang Muslim berjumpa
dengan saudaranya, selain salam dan jabat tangan. hendaklah ditambah dengan
menatap wajah saudaranya; tidak malah memalingkan wajah. Nilai ucapan salam dan
jabatan tangan menjadi hampa dan hilang ketika seseorang melakukannya sambil
memalingkan wajah.
Allah SWT telah mengingatkan masalah
ini dengan firman-Nya:”Dan janganlah kamu memalingkan muka kamu dari manusia
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Luqman [31]:
18).
7.
Tidak Membikin Gaduh
Setiap pembicaraan yang kita lakukan hendaklah secukupnya
saja. Maksudnya, tidak dengan suara yang berlebihan, tetapi juga tidak terlalu
lemah. Minimal orang yang kita ajak berbicara mampu menangkap suara kita, itu
sudah cukup. Demikian pula dalam mengucapkan salam; secukupnya saja.
Al Miqdad RA biasa menyediakan susu
bagian Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW datang pada waktu malam, lalu beliau
memberi salam dengan perlahan sehingga tidak membangunkan orang yang tidur, dan
cukup didengar oleh mereka yang terjaga. Dan beliau mengucapkan salam
sebagaimana biasa beliau mengucapkan salam (HR. Muslim).
8.
Tidak mengucapkan ‘Alaikassalaam
Ucapan salam yang dilarang oleh Rasulullah SAW adalah ‘alaikassalaam,
karena kata ‘alaikassalaam adalah salam untuk orang yang telah
meninggal. Abu Juray al Hujaimi datang kepada Rasulullah SAW sambil
mengucapkan:”’Alaikassalaam, ya Rasulullah!” Maka Rasulullah SAW
berkata:”Jangan berkata ’alaikassalaam karena ‘alaikassalaam itu merupakan
salam bagi orang mati” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).
9.
Salam kepada Lain Jenis
Laki-laki
diperkenankan memberi salam kepada wanita; dan sebaliknya wanita juga
diperbolehkan mengucapkan salam kepada laki-laki. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah SAW ketika berjalan melalui sekumpulan wanita. Beliau memberi salam
kepada mereka (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Asma’
Binti Jazid menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW berjalan di masjid
mendadak melihat rombongan wanita tengah duduk, maka beliau melambaikan tangan
dengan mengucapkan salam” (HR. At Tirmidzi).
Sedangkan
salam wanita kepada laki-laki digambarkan oleh Ummu Hani’ Binti Abu Thalib RA
ketika datang kepada Rasulullah SAW saat Fat-hu Makkah (penaklukan kota
Makkah). Saat itu, Rasulullah SAW tengah mandi dan di depan ada Fathimah. Maka
Ummu Hani’ memberikan salam kepada Rasulullah SAW (HR. Muslim).
Tentu
saja, memberikan salam kepada lawan jenis yang bukan muhrim dilakukan dengan
tetap memperhatikan adab-adab pergaulan lawan jenis. Jangan sampai salam dengan
lawan jenis justru dijadikan sebagai pengantar mendekati perbuatan zina.
Misalkan salam anak-anak muda kepada lawan jenis dengan ragam salam yang tidak
tepat. Ada salam sayang, salam mesra, salam rindu dan mungkin ada salam-salam
lain yang lebih berbahaya. Padahal salam seperti itu ditujukan kepada lawan
jenis yang bukan muhrim bukan pula isteri/suaminya. Salam seperti inilah yang
tidak lagi bernilai syar’i.
10.
Salam kepada Orang Non Muslim
Diharamkan seorang Muslim mendahului mengucapkan salam kepada
orang Non Muslim. Rasulullah SAW bersabda:”Jangan kalian mendahului mengucapkan
salam kepada orang Yahudi atau Nashrani” (HR. Muslim).
Tetapi apabila forumnya telah berbaur antara orang Muslim
dengan Non Muslim, maka diperkenankan kita untuk memulai mengucapkan salam.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika melewati suatu majelis yang
berbaur antara orang Muslim, musrikin penyembah berhala dan Yahudi. Beliau
mengucapkan salam kepada mereka” (HR. Bukhary dan Muslim).
Apabila orang Non Muslim memulai mengucapkan salam, maka
jawaban yang diperkenankan oleh syari’at adalah:”Wa ‘alaikum!” (Semoga anda
juga). Itu saja, tidak usah diperpanjang lagi. Rasulullah SAW menasihatkan:”Jika
orang-orang Ahli Kitab (Non Muslim) memberi salam kepada kamu, maka
jawablah:”Wa ‘alaikum” (HR. Bukhary dan Muslim).
11.
Salam kepada Anak-anak
Salam tidak
hanya hak bagi pemuda dan orang tua. Anak-anak pun berhak untuk mendapatkan
salam dan membalasnya. Bahkan, kebiasaan menyebarkan salam kepada anak-anak,
diharapkan dapat mewarnai akhlaq seseorang ketika menginjak remaja dan dewasa.
Anas Bin
Malik RA memberi salam kepada anak-anak ketika dia berjalan di muka mereka.
Kemudian Anas berkata:”Dahulu Rasulullah SAW juga berbuat seperti ini (HR.
Bukhary dan Muslim).
Maka
berilah salam kepada anak-anak sekaligus mengkondisikan mereka dengan
akhlaq-akhlaq Islami sejak dini.
12.
Salam jika Masuk Rumah
Allah SWT memerintahkan kepada Kaum Muslimin untuk meminta
ijin dan mengucapkan salam apabila hendak memasuki rumah orang lain.
Firman-Nya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat” (An Nuur [24]: 27).
Demikian pula jika kita memasuki rumah kita sendiri, baik
dalam keadaan ada orangnya atau dalam keadaan kosong. Disyari’atkan supaya kita
mengucapkan salam. Allah SWT berfirman:”… Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah
dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada dirimu sendiri.
Salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”
(An Nuur [24]: 61).
Rasulullah
SAW pun juga mengajarkan kepada Anas Bin Malik:”Wahai anak, jika kamu masuk ke
dalam rumah keluargamu, hendaknya memberi salam, supaya menjadi berkah untuk
kamu dan keluargamu” (HR. at Tirmidzi).
13.
Berkirim Salam
Sudah
menjadi tradisi di kalangan kita untuk saling berkirim salam kepada saudara
kita melalui orang lain. Tetapi ada perilaku yang masih canggung bagi kita
untuk berkirim salam, yaitu isi salamnya justru seringkali tidak tersampaikan.
Maka cara berkirim salam adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk pihak pengirim
salam mestinya menitipkan salam sekaligus isi salamnya, sebagai mana seseorang
yang berkata,”Saya mau nitip surat kepada si Fulan”, maka tentunya dia akan
mengambilkan surat tersebut dan diberikan kepada pengirimnya. Maka seorang pengirim
surat ketika mengatakan,”Saya titip salam buat si Fulan” dia harusnya
menambahkan,”Assalaamu ‘alaihim warahmtullaahi wabarakaatuh”.
Kedua, untuk pihak pembawa
salam mestinya menyampaikan salam sekaligus isi salamnya. Sebagaimana Pak Pos
yang berkata,”Ada surat buat Bapak” kemudian dia akan menyerahkan surat
tersebut kepada orang yang dituju. Demikian pula seorang pembawa salam ketika
berkata kepada orang yang dituju,”Kamu dapat salam dari si Fulan” maka salamnya
harus disampaikan,”Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Ketiga, pihak penerima salam
hendaknya membalas salam dari saudaranya sekaligus isinya. Maka seharusnya
ketika dia berkata,”Salam balik, ya” maka dia harusnya
menambahkan,”Assalaamu’alaihim warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Demikianlah
semestinya tata-cara berkirim salam kepada saudaranya melalui orang lain.
Makna Salam
1.
Do’a
Makna salam adalah do’a seorang Muslim kepada saudaranya
seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” mempunyai
makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah dianugerahkan Allah kepada kalian”. Nilai
do’a dalam kandungan salam ini menjadi salah satu dasar mengapa salam tidak
dapat diberikan kepada orang-orang Non Muslim. Karena do’a seorang Muslim
kepada Non Muslim akan tertolak, meskipun ditujukan kepada orang-orang yang
dekat dalam kehidupannya. Demikian pula Rasulullah SAW tertolak do’anya ketika
ditujukan kepada pamannya yang masih kafir, Abu Thalib. Dan Allah mengingatkan
dengan firman-Nya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk” (Al Qashash [28]: 56).
Do’a seorang Muslim kepada Non Muslim adalah do’a supaya mereka
mendapat petunjuk masuk dalam pangkuan Islam. Demikianlah do’a Rasulullah SAW
kepada orang Non Muslim:”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena
sesungguhnya mereka orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali
An Nadwi). Atau do’a Rasululah SAW kepada Umar Bin Khaththab ketika masih
kafir:”Ya Allah, berilah kemuliaan kepada Islam dengan masuk Islamnya salah
satu orang terkasih kepada-Mu, yakni Abu Jahal atau Umar Bin Khaththab”.
Demikian pula sebaliknya. Seorang Non Muslim tidak mungkin
mendo’akan seorang Muslim, karena tuhannya tidak sama. Bagaimana mungkin
seorang tuan menggaji seseorang yang bukan pegawainya. Sehingga, bila seorang
Non Muslim memberi salam kepada kita, cukup kita balas dengan
ucapan:”Wa’alaikum (Semoga kamu juga)”, tidak lebih dari itu.
Berkah do’a dari salam itulah yang menjadikan shahabat
mengecilkan volume jawaban salam ketika Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada
penghuni rumahnya. Sampai salam ketiga, barulah mereka menjawab dengan suara
keras. Ketika Rasulullah SAW bertanya mengapa hal itu dilakukan oleh mereka,
maka dijawab:”Kami ingin mendapatkan do’a dari Rasulullah SAW”.
2.
Dasar Iman dan Ukhuwwah
Salam merupakan dasar terbentuknya kasih-sayang (ukhuwwah),
sedangkan kasih-sayang merupakan salah satu indikasi kedalaman iman. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa salam merupakan dasar bagi tegaknya iman dan ukhuwwah.
Rasulullah SAW bersabda:”Demi Dia yang diriku berada di
tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian
tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya
tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa
kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” (HR. Muslim).
3.
Syi’ar Universal
Sangat keliru anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa
salam adalah budaya Arab, sehingga diusulkan supaya diganti dengan sapaan lokal
atau nasional setempat. Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak
mengenal salam seperti yang kita fahami sekarang. Bila mereka menyapa, mereka
akan mengatakan:”Shabahan Nuur (Selamat pagi)” atau “Masaa’an Nuur (Selamat
malam)” dan kemudian akan dijawab “Shabahal Khair” atau “Masaa’al Khair”.
Setelah
kedatangan Islam, sapaan ala Arab itu tidak hilang begitu saja. Sapaan itu
tetap menjadi sapaan khas dalam Bahasa Arab. Sedangkan sapaan sesuai syari’at
Islam adalah:”Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh” menjadi tradisi
bagi Kaum Muslimin. Sehingga bagi orang Arab yang Non Muslim tidak memakai
salam sebagai sapaan mereka.
Maka sangat keliru mereka yang beranggapan bahwa salam adalah
sapaan budaya Arab. Meskipun salam memakai Bahasa Arab. Yang benar adalah salam
merupakan sapaan khas Islam yang sesuai dengan syari’at dan berpahala apabila
mengerjakannya. Sekaligus salam merupakan sapaan yang bersifat universal bagi
seluruh Kaum Muslimin sedunia. Dia semacam kode etik pergaulan antara
sesama Muslim. Siapapun dia, berada di manapun, dan kapanpun jua; maka salam
adalah sapaan pemersatu Kaum Muslimin di seluruh dunia. Itulah syi’ar di antara
syi’ar-syi’ar agama Allah yang harus kita agungkan.
“…Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati” (Al Hajj [22]: 32).
Demikianlah salam dalam kehidupan seorang Muslim. Tidak ada
manfaatnya salam, apabila kita tidak mengamalkannya dalam praktek kehidupan
sehari-hari. Dan dengan salam, semoga saja kita masuk surga dengan selamat.
Maraji’
- Hasan Ayyub, Assulukul
Ijtima’I
- Imam An-Nawawi, Riyadhus
shalihn
- Sayyid Sabiq, Fiqhus sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar